Selasa, 26 Februari 2008

MANAJEMEN BANK SYARIAH

1. Pengertian Bank Syariah dan Perkembangannya

Bank Syariah didefinisikan sebagai suatu bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah yaitu jual beli dan bagi hasil. Adapula asumsi lain yang menyatakan bahwa bank syariah merupakan suatu bank yang dalam pengoperasionalannya senantiasa mengacu pada nilai-nilai yang terkandung dalam dasar hukum yang telah ditentukan dalam ajaran Islam.

Adapun perkembangan Bank syariah telah lama berkembang di luar negeri seperti di Sudan Kwait, Saudi Arabia, Yordania, Iran, Turki, Bangladesh, Malaysia bahkan Swiss. Al Baraka merupakan salah satu bank syariah yang telah berkembang sejak lama bahkan telah menyebar ke beberapa Negara. Sedangkan di Indonesia sendiri Bank Syariah mulai dirintis sejak diberlakukannya UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan, dimana bank syariah pada UU ini lebih dikenal dengan sebutan “bank bagi hasil.” Adapun Bank Syariah yang pertama berdiri di Indonesia ialah Bank Muamalat, yaitu pada 1 Mei 1992.

Sampai dengan akhir tahun 1998, jumlah kantor bank syariah secara nasional di Indonesia adalah sebanyak 78 kantor, yang terdiri dari 1 kantor bank umum dan 77 kantor BPR.

2. Dasar Hukum Bank Syariah

Beberapa kali perubahan dalam peraturan perundang-undangan perbankan memang membawa suatu kemajuan yang berarti bagi perkembangan Bank Syariah di Indonesia. Berikut beberapa perubahan yang terdapat dalam perundang-undangan perbankan Indonesia.

Pertama dibuatnya suatu perundang-undangan perbankan yang pertama kali memperkenalkan mengenai bank Syariah yang saat itu lebih dikenal dengan bank bagi hasil, yaitu UU No. 7 Tahun 1992.

Kedua Dirubahnya perundang-undangan No. 7 Tahun 1992 oleh UU No. 10 Tahun 1998. Ada dua pokok utama yang dirubah dari perundang-undangan yang asal yaitu Penetapan bahwa salah satu bentuk usaha bank ialah menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, antara lain:

a. Kegiatan usaha dan produk-produk bank berdasarkan prinsip syariah,

b. Pembentukan dan tugas Dewan Pengawas Syariah,

c. Persyaratan bagi pembukaan Kantor Cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.

Selain itu perubahan pun terjadi pada pasal 6 huruf m yang menentukan bahwa salah satu bentuk usaha bank umum adalah menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah. Perubahan yang dimaksud melibatkan hal-hal berikut:

a. Istilah “prinsip bagi hasil” diganti dengan “prinsip syariah,” meskipun pada dasarnya tidak ada perbedaan dengan prinsip yang digantikan.

b. Ketentuan rinci semula ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah kemudian digantikan dengan ketentuan Bank Indonesia.

c. UU yang lama hanya menyebutkan prinsip bagi hasil dalam hal penyediaan dana saja, sedangkan UU yang baru menyebutkan prinsip bagi hasil dalam hal penyediaan dana dan juga dalam kegiatan lain yang mencakup penghimpunan dana dan penggunaan dana.

Secara umum dengan adanya UU No. 10 Tahun 1998 tersebut, posisi bank bagi hasil ataupun bak atas dasar Prinsip Syariah secara tegas telah diakui oleh UU.

Bank Umum yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional dapat juga melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah melalui:

a. Pendirian Kantor cabang atau kantor di bawah kantor cabang baru,

b. Pengubahan Kantor Cabang atau kantor dibawah kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional menjadi kantor yang melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah.

3. Bentuk Hukum, Pendirian Bank Syariah dan Sistem Penghimpunan Dana Bank Syariah

* Bentuk Hukum

Bentuk hokum suatu bank berdasarkan prinsip bank syariah dapat berupa: Perseroan terbatas, Koperasi dan Perusahaan daerah.

* Pendirian Bank Syariah

Bank berdasarkan prinsip syariah hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dengan izin Direksi Bank Indonesia. Bank tersebut hanya dapat didirikan oleh:

a. Warga Negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia,

b. Warga Negara Indonesia dan/atau badan hokum Indonesia dengan warga Negara asing dan/atau badan hokum asing secara kemiteraan.

Adapun perizinan kegiatan usaha Bank Syariah terbagi ke dalam dua tahap, antara lain: Tahap Pertama ialah persetujuan prinsip,yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan pendirian bank. Permohonan yang diajukan oleh seorang calon pemilik kepada Direksi BI dengan format yang telah ditetapkan dan wajib melampirkan beberapa hal dibawah ini, antara lain:

a. Rancangan akta pendirian badan hukum,

b. Data kepemilikan,

c. Daftar calon anggota dewan komisaris dan anggota direksi,

d. Rencana susunan organisasi,

e. Rencana kerja untuk tahun pertama,

f. Bukti setoran modal sekurang-kurangnya 30% dari modal disetor minimum,

g. Daftar calon pemegang saham atau daftar calon anggota.

Tahap Kedua ialah izin usaha, yaitu izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan usaha bank setelah persiapan dilakukan. Permohonan untuk mendapatkan izin usaha Direksi Bank Berdasarkan Prinsip Syariah kepada Direksi Bank Indonesia sesuai dengan format yang telah ditentukan dan wajib melampiri dengan:

a. Akta pendirian badan hukum,

b. Data kepemilikan,

c. Masing-masing disertai dengan fotokopi tanda pengenal dan riwayat hidup, surat kelakuan baik pribadi, Surat keterangan dari bank tempat bekerja sebelumnya mengenai pengalaman operasional di bidang perbankan syariah bagi calon direksi yang telah berpengalaman,

d. Dalam hal badan hokum wajib dilampiri dengan: akta pendirian badan hukum, dokumen dari semua dewan komisaris dan badan hukum yang bersangkutan,

e. Daftar sususnan dewan komisaris dan Direksi,

f. Susunan organisasi serta system dan prosedur kerja, termasuk susunan personalia,

g. Bukti pelunasan modal,

h. Bukti kesiapan operasional,

i. Surat pernyataan dari pemegang saham Dario bank yang berbentuk hokum PT/PD atau dari anggiota bagi bank yang berbentuk koperasi, bahwa pelunasan modal disetor: Tidak disetor dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain di Indonesia. Selanjutnya tidak berasal dari sumber dana yang diharamkan menurut Prinsip Syariah, termasuk dari dan untuk pencucian uang,

j. Surat pernyataan tidak merangkap jabatan melebihi ketentuan bagi anggota dewan komisaris,

k. Surat pernyataan tidak merangkap jabatan bagi anggota Direksi,

l. Surat pernyataan dari anggota Dewan Komisaris bahwa yang bersangkutan tidak memiliki hubungan keluarga sesuai ketentuan,

m. Surat pernyataan dari anggota direksi bahwa yang bersangkutan tidak mempunyai hubungan keluarga sesuai ketentuan,

n. Surat pernyataan dari anggota Direksi bahwa yang bersangkutan baik secara sendiri-sendiri maupun semata-mata tidak mempunyai saham melebihi 25% dari modal disetor pada suatu perusahaan lain.

* Sistem Penghimpunan Dana Bank Syariah

a. MODAL

Adalah dana yang diserahkan oleh pemilik (owner). 2) Modal Bank Syariah

Modal disetor untuk mendirikan Bank berdasarkan Syariah ditetapkan sekurang-kuranganya sebesar Rp 3.000.000.000.000,-. Modal disetor bagi bank yang berbentuk koperasi adalah simpanan pokok, Simpanan Wajib, dan Hibah sebagaimana yang telah diatur dalam UU tentang perkoperasian. Modal yang disetor dari warga Negara asing dan/atau badan hokum asing setinggi-tingginya sebesar 99% dari modal disetor bank. Pada akhir priode tahun buku, setelah dihitung keuntungan yang didapat pada tahun tersebut pemilik modal akan memperoleh bagian dari usaha yang biasa di kenal dengan deviden.

SUMBER DANA

INVESTOR

BANK

USER

1. 2.
















4 3.

Keterangan :

1. = Sektor modal

2. = Pemanfaatan dana

3. = Bagi hasil

4. = Bagi deviden

b. TITIPAN

Salah satu prinsip yang digunakan bank syariah dalam memobilisasi dana adalah dengan menggunkan prinsip titipan. Adapun akad yang sesuai dengan prinsip ini ialah al-wadi’ah. Alwadi’ah merupakan titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika pemiliknya menghendaki. Secara umum terdapat dan jenis wadi'ah. Wadi’ah yad al-amanah dan wadi’ah yad adh-dhamamah.

1. Wadi’ah yad Al-amanah (Trustee Depository)

Wadi’ah jenis ini memiliki karakteristik sebagai berikut:

Ø Harta atau barang yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan dan digunakan oleh penerima titipan.

Ø Penerima titipan hanya berfungsi sebagai penerima amanah yang bertugas dan berkewajiban untuk menjaga barang yang dititipkan tanpa boleh memanfaatkannya.

Ø Sebagai kompensasi, penerima titipan diperkenankan untuk membebankan biaya kepada yang menitipkan.

Ø Mengingat barang yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan oleh penerima titipan, aplikasi perbankan yang memungkinkan untuk jenis ini adalah jasa penitipan.

bank

nasabah

1

.

2.

Keterangan :

1. = Titip barang

2. = Bebankan biaya penitipan

2. Wadi’ah yad Adh-dhamanah(Guarantee Depository)

Jenis ini memiliki karakteristik berikut ini:

a. Harta dan barang yang dititipkan boleh dan dapat dimanfaatkan barang yang menerima titipan.

b. Karena dimanfaatkan, barang dan harta yang dititipkan tersebut tentu dapat menghasilkan manfaat. Sekalipun demikian, tidak ada keharusan bagi penerima titipan untuk memberikan hasil pemanfaatan kepada si penitip.

c. Produk perbankan yang sesuai dengan akad ini yatiu giro dan tabungan.

d. Jumlah pemberian bonus sepenuhnya merupakan kewenangan manajemen bank syariah karena pada prinsipnya tabungan mirip dengan giro, yaitu simpanan yang bisa diambil tiap saat. Perbedaannya tabungan tidak dapat ditarik dengan cek atau alat lain yang dipersamakan.

Skema Al-Wadi’ah

Yad adh- dhamanah

1.titip dana









User of Found


4. bagi 3.bagi 2. pemanfaatan dana

deviden hasil

c. INVESTASI

Akad yang sesuai dengan prinsip ini adalah mudharabah. Secara garis besar mudharabah terbagi menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut:

1. Mudharabah muth laqah(General Investment)

a. Shahibul maal tidak memberikan batasan-batasan atas dana yang diinvestasikan.

b. Aplikasi perbankan yang sesuai dengan akad ini ialah time deposit biasa.

1.titip dana 2. pemanfaatan dana










Dunia Usaha


4. bagi hasil 3. pemanfaatan dana

2. Mudharabah Muqayyadah

a. Shahibul maal memberikan batasan atas dana yang diinvestasikannya.

b. Aplikasi perbankan yang sesuai dengan akad ini ialah special investment.

Skema Mudharabah

Muqayyadah





















1




Bank Mudharib

















5


6





2





Investor Shahibul maal


Keterangan:

Proyek tertentu

1. Hubungi investor

2. Invest dana

3. Penyaluran dana

4. Bagi hasil

5. Bagi hasil

4. Kepemilikan Bank Syariah

Kepemilikan Bank Berdasarkan Prinsip Syariah oleh badan hokum Indonesia setinggi-tingginya sebesar modal sendiri bersih badan hokum yang bersangkutan. Modal sendiri bersih merupakan:

Y Penjumlahan dari modal disetor, cadangan dan laba, dikurangi penyertaan dan kerugian, bagi badan hukum PT/PD, atau

Y Penjumlahan dari simpanan pokok, simpanan wajib, hibah, modal penyertaan, dana cdangan, dan sisa hasil usaha, dikurangi penyertaan dan kerugian, bagi badan hukum koperasi.

Sumber dana yang digunakan dalam rangka kepemilikan Bank Berdasarkan Prinsip Syariah dilarang:

* Berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain di Indonesia,

* Berasal dari sumber yang diharamkan menurut prinsip Islam, termasuk dari dan untuk pencucian uang.

Yang dapat menjadi pemilik bank berdasarkan prinsip syariah adalah pihak-pihak yang antara lain disebutkan dibawah ini:

{ Calon pemilik tidak termasuk dalam daftar orang tercela di bidang perbankan sesuai dengan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

{ Menurut penilaian Bank Indonesia yang bersangkutan memiliki integritas yang baik.

5. Dewan pengawas syariah

Adalah badan independent yang ditempatkan oleh dewan Syariah Nasional pada bank. Anggota DPS harus terdiori dari para pakar di bidang syraiah muamalah yang juga memiliki pengetahuan umum di bidang perbankan.

Tugas utama DPS adalah mengawasi kegioatan usaha bank agar tidak menyimpang dari ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan oleh DNS. Selainitu mempunyai fungsi sebagai berikut:

a. sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan unit unsaha syariah dan pimpinanb kantor cabang syariah menegnai hal-hal yang terkait dengan aspek syariah.

b. Sebagai mediator anatar bank dan DNS dalam mengkomunikasikan usul dan sran pengembangan produk dan jasa dari bank yang memerlukan kajian dan fatwa dari DNS.

c. Sebagai perwakilan DNS yang ditemaptkan pada bank.

Bank yang akan membentuk DPS dal;am rangka perubahan kegiatan usaha cabang syariah untuk pertama kali dapat menyampaikan permohonan penempatan anggota DPS kepada DNS, Majelis Ulama Indonesia


from:safrudin





Tidak ada komentar: